Latest Post

Goethe Terinspirasi Sastra Arab

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 16 November 2010 | November 16, 2010



Goethe menulis syair Kitab Kedai Minuman; Apakah Al Quran abadi? Itu tak kupertanyakan! Apakah Al Quran ciptaan? Itu tak kutahu! Bahwa ia kitab segala kitab, Sebagai muslim wajib kupercaya. Tapi, bahwa anggur sungguh abadi, Tiada lah ku sangsi; Bahwa ia dicipta sebelum malaikat, Mungkin juga bukan cuma puisi. Sang peminum, bagaimanapun juga, Memandang wajahNya lebih segar belia.

Karya-karya sastrawan Barat, Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832) telah secara jujur mengapresiasi karya sastra Arab. Dia bukan sufi tapi dalam beberapa puisi dia sangat sufistik. Goethe bahkan mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada bangsa Arab karena mengilhami karya-karyanya.

Goethe telah berkenalan dengan sastra Arab semenjak ia tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Leipzig, tahun 1761, pertengahan abad XVIII.

Ketika dunia Barat sibuk dalam studi-studi antropologis dan ekspedisi-ekspedisi geografis ke daratan Arab,  buku keenam dari Puisi dan Cinta, Goethe mencatat perhatian besarnya pada hasil-hasil ekspedisi itu. Terutama pada Carsten Neibhur yang pernah mengunjungi Mesir, Yaman dan daerah-daerah Arab lainnya (1767).

Dari perjalanan ekspedisi dan riwayat pendidikannya Goethe serius mengkaji Islam. Hal ini menjadikan dia begitu dekat dengan bangsa Timur dan keilmuan Islam. Hingga akhirnya dalam karyanya, dia membuat syair:

Bila makna Islam pada Tuhan berserah diri
Maka dalam Islam semua kita hidup dan mati

Jika Islam dimaknai berserah diri kepada Tuhan, kita semua hidup dan mati dalam Islam. Karya ini memiliki nilai sufistik yang tinggi. Setidaknya Goethe telah mencapai puncak ekstase sufistik membaca Islam dan seluruh ajarannya.

(disarikan dari berbagai sumber)

Melalui kesempatan ini saya juga ingin memohon maaf kepada sahabat-sahabat blogger yang sekian lama telah bertukar link dengan blog sastra_dio. Berhubung blog ini telah berganti domain ke www.ivankavalera.com,..maka saya sangat berharap agar link blog ini yang sebelumnya http://www.kavalera.co.cc diganti ke http://www.ivankavalera.com..mohon maaf jika merepotkan. Minal Aidin Wal Faidzin. Selamat Iedul Qurban 1431 Hijriah.
 

Misteri Kitab Sastra Kuno Darmogandhul

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 07 November 2010 | November 07, 2010

Tidak semua karya sastra-sejarah  bisa dijadikan rujukan dalam metodologi penelitian sejarah. Salah satu contoh, kitab Darmogandhul. Mungkin di antara karya-karya sastra kuno berbahasa Jawa, kitab Darmogandhul adalah salah satu sastra Jawa yang sangat kontroversial. Selain isinya banyak memutarbalikkan ajaran agama tertentu, juga kitab ini sarat dengan sejumlah keganjilan-keganjilan sejarah sebenarnya.

Walaupun menggunakan latar belakang kisah runtuhnya Majapahit dan berdirinya kerajaan Demak Bintara, namun kisah Darmogandhul mencuatkan hal-hal yang tidak masuk akal pada zamannya. Hal ini didapati pada untaian kisah berikut:
… wadya Majapahit ambedili, dene wadya Giri pada pating jengkelang ora kelar nadhahi tibaning mimis, …

Maksudnya: pasukanMajapahit menembak dengan senapan, sedangkan pasukan Giri berguguran akibat tidak kuat menerima timah panas. Apakah zaman itu sudah digunakan senjata api dalam berperang? Hal tersebut tidak mungkin sebab senjata api baru dikenal sejak kedatangan bangsa Eropa ke bumi Nusantara. Darmogandhul ditulis setelah kedatangan bangsa Eropa, bukan pada saat peralihan kekuasaan dari Majapahit ke Demak Bintara.

Lalu siapakah sebenarnya penulis kitab ini? Sampai saat ini belum ada yang bisa menunjukkan secara pasti siapakah pengarang kitab ’ngawur’ ini. Namun dari sejumlah analisis tulisan dan latar belakang sejarah dalam kitab itu, Darmogandhul ditulis pada masa penjajahan Belanda. Penulis Darmogandul bukan orang yang tahu persis sebab-sebab keruntuhan Majapahit yakni Perang Paregreg yang menghancurkan sistem politik dan kekuasaan Majapahit, juga hilangnya pengaruh agama Hindu. Kitab Darmogandhul diduga hanya produk rekayasa sastra Jawa yang dipergunakan untuk kepentingan penjajah Belanda.

Menurut tokoh kejawen almarhum Mr. Wongsonagoro,  Isi Darmogandul sebenarnya mengenai penyebaran Islam di Jawa (dari kawasan pesisir utara) dan runtuhnya Kerajaan Majapahit (di pedalaman), yang dituturkan secara fiktif. Paham keagamaan di dalamnya merupakan cerminan perbenturan nilai setelah datangnya agama baru, juga antara kerajaan pesisir yang Islam dengan kerajaan pedalaman yang masih Budha-Hindu. Orang Jawa, ketika itu, hanya menerima nilai-nilai Islam yang rada-rada cocok dengan paham lama lalu mencampur-adukkannya -- yang belakangan melahirkan paham kepercayaan yang sinkretis. 

Yang mengundang keresahan masyarakat Islam ialah penyajian pikiran pikiran tentang seks dalam buku itu, yang dipakai sebagai usaha untuk meletakkan "penafsiran" materi ajaran Islam pada kedudukan pornografis -- yang tidak lepas dari kerangka pertentangan politik dan budaya antara kedua kerajaan itu, antara "Jawa" dan "Islam". Semangat anti-Islam muncul akibat trauma keruntuhan Majapahit yang diserang oleh Raden Patah, putra raja Majapahit Brawijaya V sendiri yang sebelumnya diangkat sebagai adi~pati di Demak. Raden Patah dinilai sebagai anak~ durhaka, apalagi ia sebenarnya bukan "Jawa asli" tapi lahir dari rahim~ ibundanya yang~ berdarah Cina (tepatnya: Campa,Kamboja). 

Sampai sekarang "kambing hitam" keruntuhan Majapahit adalah Raden Patah. Padahal, menurut Tardjan Hadidjaja dan Kamajaya dalam Serat Centhini Dituturkan dalam Bahasa Indonesia Jilid I-A, sesungguhnya Raden Patah hanyalah merebut kekuasaan Girindrawardhana, yang sebelumnya telah lebih dahulu memporak-porandakan Majapahit dari dalam. Darmogandul juga melukiskan, meski Brawijaya V akhirnya dibaiat sebagai muslim oleh Sunan Kalijaga "secara lahir batin", banyak rakyat dipaksa masuk Islam. Ini tentu penilaian sepihak, sebab para wali di Jawa selama ini dikenal sebagai penyebar Islam yang akulturatif. Seperti digambarkan oleh Dojosantosa dalam buku Unsur Religius dalam Sastra Jawa, meski agama Budha dan Hindu sudah berakar berabad-abad, orang Jawa menerima Islam "dengan senang hati untuk memperkaya peradaban". 

Sementara itu, menurut dosen sastra Jawa UGM, Dr. Kuntara Wiryamartana, Darmogandul bukanlah sastra Jawa yang punya arus yang kuat. Karena itu, beberapa ilmuwan kurang setuju buku itu dilarang beredar pada beberapa tahun lalu.

Cerpen: 3000 SM Sampai Sitor Situmorang

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 04 November 2010 | November 04, 2010


Dengan konsep yang simpel atau bisa habis dibaca sekali duduk, cerita pendek atau cerpen menjadi pilihan tersendiri untuk dibaca dibanding karya sastra lainnya semisal novel yang jumlah halamannya jauh lebih tebal.

Cerpen tertua di dunia ditemukan dalam lembar daun lontar yang diperkirakan ditulis sekitar tahun 3000 SM. Selain itu ditemukan pula tulisan di nisan-nisan kuburan tua di Mesir. Di Yunani telah dikenal cerpen klasik berupa fabel yaitu cerita yang pelakunya para binatang yang dimanusiakan. Fabel ini mulai beredar di masyarakat sekitar 500 SM tetapi baru ditulis dengan rapi pada abad II. Pada abad kedelapan, lahirlah serial cerpen lisan klasik 1001 Malam. Cerpen klasik bertema romantik ini pertama kali dipublikasikan dalam bentuk buku pada tahun 1704 di Prancis.

Sejak itulah cerpen memasyarakat dan lahirlah cerpen modern. Karya tersebut dipublikasikan di berbagai media cetak , khususnya majalah sastra. Cerpen berkembang pesat sejak pertengahan Abad XIX, tidak hanya di Eropa tapi juga di Amerika Serikat. Washington Irving(1783-1859), Edgar Allen Poe(1809-1849) dan Anton Chekhov (1860-1904) digelari sebagai bapak cerpen dunia oleh para kritikus.

Di Prancis, lahirnya cerpen dipelopori oleh Guy de Maupassant(1850-1893). Guy juga termasuk bapak cerpen dunia. Guy memiliki karya salah satu cerpen yang mendunia berjudul The Neckale. Cerpen ini terhimpun dalam buku kumpulan berjudul Contes du jour et de la nuit(1885). Selain itu masih ada 11 buku kumpulan cerpen lainnya, yang diterbitkan hanya dalam rentang waktu lima tahun. Kemudia ia menulis novel dan naskah drama. Ia sangat produktif, ditengah kesibukannya dalam kancah politik.

Anton Chekhov, sastrawan Rusia, bahkan menjadi pengarang pertama yang mampu menulis cerpen yang sangat pendek. Chekhov dikenal sebagai sastrawan yang sulit di tandingi, kecuali oleh Guy de Maupasssant. Kehebatan karya Chekov terletak pada pendeknya. Tetapi karyanya yang paling pendek pun tetap utuh, selesai dan indah. Selain itu, ia juga menulis novel, naskah drama dan skenario film.

Sedangkan Edgar Allen Poe mampu menulis cerpen tipe well-made short-story yang sangat indah dan utuh. Cerpennya yang berjudul The Cask of Amontillado sangat termashur. Lain lagi dengan Washington Irving, daya tarik karya cerpennya terletak pada temanya yang dianggap mampu menghibur pembacanya. Ia mengangkat masalah-masalah sosial untuk dijadikan cerpen yang dibumbui humor. Pengarang ini tekun melakukan studi, khususnya studi mengenai sejarah Eropa dan Amerika.

Di Indonesia, cerpen mulai bertumbuhkembang sejak zaman Pujangga Baru (tahun 1930-an) dan mulai menemukan geliatnya sejak zaman kemerdekaan. Lahirlah tokoh-tokoh penulis cerpen di Indonesia seperti Umar Kayam, Asrul Sani, Iwan Simatupang, Budi Darma, WS Rendra, Subagio Sastrowardoyo dan Sitor Situmorang.



Puisi Baru

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 01 November 2010 | November 01, 2010


Puisi dalam Bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah berarti seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Sebahagian ahli memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas.

Puisi Lama dan Puisi Baru memiliki perbedaan-perbedaan mendasar.  Puisi Baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
1. Ciri-ciri Puisi Baru
a) Bentuknya rapi, simetris; b) Mempunyai persajakan akhir (yang teratur); c) Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain; d) Sebagian besar puisi empat seuntai; e) Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis) f) Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.

2. Jenis-jenis Puisi Baru
Menurut isinya, puisi dibedakan atas : a) Balada adalah puisi berisi kisah/cerita b) Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan c) Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa d) Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup e) Romance adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih f) Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan g) Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik

Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
a) Distikon
b) Terzina
c) Quatrain d) Quint e) Sektet f) Septime g) Oktaf/Stanza h) Soneta

3. Contoh dari Jenis-jenis Puisi Baru Contoh jenis puisi menurut isinya :
a) BALADA
Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “ Balada Matinya Aeorang
Pemberontak”.

b) HYMNE Bahkan batu-batu yang keras dan bisu Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri Menggeliat derita pada lekuk dan liku bawah sayatan khianat dan dusta. Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu menitikkan darah dari tangan dan kaki dari mahkota duri dan membulan paku Yang dikarati oleh dosa manusia. Tanpa luka-luka yang lebar terbuka dunia kehilangan sumber kasih Besarlah mereka yang dalam nestapa mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)

c) ODE Generasi Sekarang Di atas puncak gunung fantasi Berdiri aku, dan dari sana Mandang ke bawah, ke tempat berjuang Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru Pantoen keindahan Indonesia Yang jadi kenang-kenangan Pada zaman dalam dunia (Asmara Hadi)
d) EPIGRAM

Hari ini tak ada tempat berdiri Sikap lamban berarti mati Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas. (Iqbal) e) ELEGI Senja di Pelabuhan Kecil Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)

f) SATIRE Aku bertanya tetapi pertanyaan-pertanyaanku membentur jidad penyair-penyair salon, yang bersajak tentang anggur dan rembulan, sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya, dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan, termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(Rendra)

Contoh jenis puisi dari bentuknya :
a) DISTIKON Contoh : Berkali kita gagal Ulangi lagi dan cari akal Berkali-kali kita jatuh Kembali berdiri jangan mengeluh (Or. Mandank)

b) TERZINA
Contoh : Dalam ribaan bahagia datang Tersenyum bagai kencana Mengharum bagai cendana Dalam bah’gia cinta tiba melayang Bersinar bagai matahari Mewarna bagaikan sari Dari ; Madah Kelana Karya : Sanusi Pane

c) QUATRAIN Contoh : Mendatang-datang jua Kenangan masa lampau Menghilang muncul jua Yang dulu sinau silau Membayang rupa jua Adi kanda lama lalu Membuat hati jua Layu lipu rindu-sendu (A.M. Daeng Myala)

d) QUINT
Contoh :
Hanya Kepada Tuan Satu-satu perasaan Hanya dapat saya katakan Kepada tuan Yang pernah merasakan Satu-satu kegelisahan Yang saya serahkan Hanya dapat saya kisahkan Kepada tuan Yang pernah diresah gelisahkan Satu-satu kenyataan Yang bisa dirasakan Hanya dapat saya nyatakan Kepada tuan Yang enggan menerima kenyataan (Or. Mandank)

e) SEXTET Contoh : Merindu Bagia Jika hari’lah tengah malam Angin berhenti dari bernafas Sukma jiwaku rasa tenggelam Dalam laut tidak terwatas Menangis hati diiris sedih (Ipih)

f) SEPTIMA Contoh : Indonesia Tumpah Darahku Duduk di pantai tanah yang permai Tempat gelombang pecah berderai Berbuih putih di pasir terderai Tampaklah pulau di lautan hijau Gunung gemunung bagus rupanya Ditimpah air mulia tampaknya Tumpah darahku Indonesia namanya
(Muhammad Yamin)

g) STANZA ( OCTAV )
Contoh :
Awan
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan Bertambah lama, lupa di diri Bertambah halus akhirnya seri Dan bentuk menjadi hilang Dalam langit biru gemilang Demikian jiwaku lenyap sekarang Dalam kehidupan teguh tenang (Sanusi Pane)

h) SONETA Contoh : Gembala Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a ) Melihat anak berelagu dendang ( b ) Seorang saja di tengah padang ( b ) Tiada berbaju buka kepala ( a ) Beginilah nasib anak gembala ( a ) Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b ) Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b ) Pulang ke rumah di senja kala ( a ) Jauh sedikit sesayup sampai ( a ) Terdengar olehku bunyi serunai ( a ) Melagukan alam nan molek permai ( a ) Wahai gembala di segara hijau ( c ) Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c ) Maulah aku menurutkan dikau ( c )
(Muhammad Yamin)

4. Ciri-ciri dari Jenis Puisi Baru v Ciri puisi dari Jenis isinya : a) Balada Ciri-ciri balada :
Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik denganskema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c.Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya.

b) Hymne
Ciri-ciri hymne :
Lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau
alma mater (Pemandu di Dunia Sastra).

c) Ode
Ciri-ciri ode :
Ciri ode nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahassesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.

d) Epigram
Epigramma (Greek); unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran
untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.

e) Romance
Romantique (Perancis); keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta
kasih mesra f) Elegi Ciri-ciri elegi : Sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu,
terutama karena kematian/kepergian seseorang.

f) Satire
Satura (Latin) ; sindiran ; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu
golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc) v Ciri puisi dari Jenis bentuknya : a) Distikon • 2 baris; sajak 2 seuntai
• Distikon (Greek: 2 baris)
• Rima –aa
– bb

g) Terzina
Terzina (Itali: 3 irama)

c) Quatrain
• Quatrain (Perancis: 4 baris) • Pada asalnya ada 4 rangkap • Dipelopori di Malaysia oleh Mahsuri S.N.

h) Quint
Pada asalnya, rima Quint adalah /aaaaa/ tetapi kini 5 baris dalam serangkap diterimaumum sebagai Quint (perubahan ini dikatakan berpunca dari kesukaran penyair untukmembina rima /aaaaa/

i) Sextet
• sextet (latin: 6 baris) • Dikenali sebagai ‘terzina ganda dua’ • Rima akhir bebas

j) Septima
• septime (Latin: 7 baris)
• Rima akhir bebas g) Oktav • Oktaf (Latin: 8 baris)
• Dikenali sebagai ‘double Quatrain’ h) Soneta ciri – ciri soneta : · Terdiri atas 14 baris · Terdiri atas 4 bait, yang terdiri atas 2 quatrain dan 2 terzina · Dua quatrain merupakan sampiran dan merupakan satu kesatuan yang disebut octav.
· Dua terzina merupakan isi dan merupakan satu kesatuan yang disebut isi yang disebut sextet
· Bagian sampiran biasanya berupa gambaran alam
· Sextet berisi curahan atau jawaban atau kesimpulan daripada apa yang dilukiskan dalam
ocvtav , jadi sifatnya subyektif
· Peralihan dari octav ke sextet disebut volta · Penambahan baris pada soneta disebut koda. · Jumlah suku kata dalam tiap-tiap baris biasanya antara 9 – 14 suku kata · Rima akhirnya adalah a – b – b – a, a – b – b – a, c – d – c, d – c – d.



Tari Teatrikal Kostessas dan Teater Kampong: Arus Laut Yang Terdampar Di Karang

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 30 Oktober 2010 | Oktober 30, 2010


Dalam tajuknya “Menuju Masyarakat Informasi Indonesia”yang dimediasi Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informasi) Kelompok Studi Teater dan Sastra (Kostessas) mahasiswa STKIP Muhammadiyah Bulukumba mementaskan “Tari Teatrikal Panrita Lopi” berkolaborasi dengan Teater Kampong Bulukumba, Jumat (29/10). Lakon tersebut sebelumnya juga pernah dipentaskan dalam Festival Phinisi 2010 di Bira.

Mengambil stage natural di pelataran kampus STKIP Bulukumba pada waktu malam sehabis isya di antara lalu lalang mahasiswa, dosen dan masyarakat umum yang menjadi penonton dadakan. Ruang publik intelektual yang lapang dari kalangan civitas akademika dan mahasiswa seperti ini memang cukup kondusif bagi para pekerja seni yang terbiasa sulit memperoleh apresiasi secukupnya di tempat lain.

Pementasan tari teatrikal sebelumnya telah dipanaskan dengan musikalisasi puisi dari pemusik Kostessas. Segerombolan anak muda memainkan lagu-lagu balada dan puisi Jalaluddin Rumi. Perkusi dan gitar akustik pun menggema di dalam kampus. Musikalisasi puisi yang dibacakan oleh Pipi Hardiyanti, Narty Ugie dan kawan-kawan cukup berhasil menghangatkan apresiasi penonton yang sebahagian besar adalah mahasiswa yang baru saja selesai mengikuti perkuliahan.

Secara keseluruhan, pementasan teater Kampong dan Kostessas kali ini tidak begitu utuh jika menelusuri deadline jadwal pementasan yang agak telat dari rencana semula. Unsur penting lainnya dalam pementasan yang selalu menjadi momok adalah kualitas sound yang bandel. Namun sebagai kerja kreatif seni, Kosestas dan Teater Kampong masih yang paling unggul di ranah ini sebagai sebuah proses berkesenian di Bulukumba.

Dalam prolog naratifnya, Dharsyaf Pabotting, sang sutradara menyampaikan pesan,”Ini adalah salah satu bentuk penghargaan anak bangsa meski mungkin kecil terhadap Hari Sumpah Pemuda. Sembari kita menukik ke kedalaman tradisi budaya pembuatan perahu phinisi sebagai industri kreatif manusia pembuat perahu di tanah Lemo, Tanjung Bira, Bulukumba. Ikon industri lainnya yang kami tampilkan dalam proses kerja seni ini adalah tenunan tradisional di Butta Panrita Lopi yang digambarkan dalam tari teatrikal.Sudah saatnya semua elemen termasuk elemen seni memberikan kontribusi gerakanmaksimal untuk peningkatan dan pengembangan industri-industri kreatif tradisional itu. ”

Sebuah persoalan klasik akan selalu muncul, kerja-kerja seni seperti ini sekarang masih terasa sebagai arus laut yang terdampar di karang. Terasa deburnya, namun para pembuat kebijakan dan bahkan sebahagian kita hanya menikmatinya sebagai sekelebatan tontonan sebelum meninggalkan pantai. Kecuali jika penguasa bisa menangkap pesan dari pementasan itu. Industri-industri tradisional kreatif di Bulukumba, quo vadis?


Mochtar Pabottingi, Analisis Politik Yang Holistik Akibat Mencintai Sastra

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 29 Oktober 2010 | Oktober 29, 2010



Mochtar Pabottingi lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, 17 Juli 1945. Buku kumpulan puisinya berjudul Dalam Rimba Bayang-bayang (2003). Ia bermukim di Jakarta.

Dia seorang Peneliti Senior di LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dengan jabatan Peneliti Utama pada bidang Perkembangan Politik Nasional dengan fokus kajian Pemikiran Politik, Kelembagaan Politik. Pendidikan terakhir S3 University of Hawaii, jurusan Ilmu Politik, lulus tahun 1991

Ketegasan dalam setiap kali bertutur dan pilihan katanya yang asli diakui pria kelahiran sebuah desa di Bulukumba, Sulawesi Selatan, 17 Juli 1954, sebagai buah dari kecintaannya kepada Republik. Ia mengakui rumah dan buku ikut membentuk kepribadiannya. Rumah telah membentuk karakternya seperti sekarang. Sementara buku membukanya pada keluasan cakrawala. Keduanya berjalan beriringan.

Kecintaannya pada buku bermula dari rumah orangtuanya yang terletak tiga kilometer dari Bulukumba. Pabottingi, ayahnya adalah gerilyawan penentang Belanda. Sebelum bergerilya, ayahnya membelikan buku pelajaran membaca berjudul Si Didi dan Si Minah ketika usianya genap lima tahun. Buku itu dilahap habis.

Kegemaran membaca, khususnya karya sastra, berlanjut. Mochtar yang ketika remaja tergolong nakal, jatuh hati pada puisi Soekarno berjudul "Berdiri Aku" yang bercerita tentang kecintaan kepada Tanah Air. "Saya hafal luar kepala puisi itu dan tetangga kerap minta saya membacakannya keras-keras di beranda," ujarnya mengenang, saat diwawancarai oleh sebuah media nasional.

Di tengah kesibukannya sebagai Kepala Pusat Penelitian Politik dan Kewilayahan LIPI, kegemaran masa kecilnya membaca karya sastra tetap berlanjut mulai dari angkatan Pujangga Baru sampai Milan Kundera. Intensitas bacaannya pada karya Kundera mengarah pada keterpesonaan. Pesan Kundera yang kental ditangkapnya adalah munculnya kecenderungan masyarakat untuk kembali kepada identitas atau mencari kembali identitasnya yang telah terkubur oleh ambisi materi atau kekuasaan.

Ketertarikan pada karya sastra itulah yang membuat analisis politiknya lebih holistik. Saat masih menjadi mahasiswa Sastra Inggris, Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada, dia aktif berpolitik bersama teman- temanya di Yogyakarta dengan membentuk kelompok studi politik "Juli 73". Dia tak pernah bisa meninggalkan puisi, sastra, dan politik. Dia mengakui adanya lingkaran unik keterkaitan sastra dan politik saat menemukan, menyukai dan hafal puisi Soekarno berjudul "Berdiri Aku".

(disarikan dari berbagai sumber)


Nostalgia Sebuah Kota Dipentaskan di Jerman

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 27 Oktober 2010 | Oktober 27, 2010



Teater dan teaterawan Indonesia tidak mati. Malah go internasional. Naskah "Nostalgia Sebuah Kota" karya Iswadi Pratama dari Teater Satu Lampung akan ditampilkan di Orangerie Theater, Koln, Jerman, pada 17-21 November 2010. Naskah yang diterjemahkan Sabine Mueller dari Koln sebagai "Nostalgie einer Stadt" itu dipentaskan sebagai bagian dari kolaborasi internasional antara seniman-seniman dari Jerman, Hungaria, Belanda, Afrika Selatan, dan Indonesia.

Lakon yang bertutur mengenai ingatan-ingatan tentang sebuah kota ini akan disutradarai Kristof Szabo (Hungaria) dan melibatkan beberapa seniman, seperti Gerburg Stoffel (perancang panggung) yang pernah bekerja untuk Pina Bausch di Tanz Theater dan Peter Papst; Gyula Berger (koreografi) merupakan senior master untuk Hungarian Modern Dance; Ivo Kovacs dan Laszlo Zsolt Bordos, dua sineas film animasi untuk layar lebar yang beberapa waktu lalu karyanya menjadi film pembuka untuk festival di Dubai. Adapun seniman Indonesia yang terlibat adalah Iswadi Pratama (penulis naskah) dan Budi Laksana (aktor), keduanya dari Teater Satu Lampung.

Dalam siaran persnya, Kristof Szabo mengatakan, dia tertarik dengan naskah Iswadi itu karena naskah tersebut memiliki perspektif yang sangat personal dan intim dalam melihat sesuatu. "Dengan intensitas bahasa yang sangat personal, naskah ini akan mengajak kita memasuki tema-tema yang sangat luas tentang kota, kenangan, benturan nilai, perubahan sosio-historis dan kultural sebuah masyarakat perkotaan. Gejala seperti ini bisa ditemukan hampir di setiap kota yang ada di dunia," kata Kristof.

Teater Satu Lampung berdiri pada 18 Oktober 1996. Hingga kini mereka telah mementaskan lebih dari 50 lakon, seperti Lysistrata karya Aristophanes, Kapai-Kapai karya Arifin C. Noor, Waiting for Godot karya Samuel Beckett, Antigone karya Jean Anouilh, Perempuan di Titik Nol, karya Nawal El Saadawi dan Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.

Naskah "Nostalgia Sebuah Kota" pernah dipentaskan Teater Satu Lampung di Gedung Kesenian Jakarta dan Teater Utan Kayu beberapa tahun silam. Lewat pementasan itulah kelompok ini meraih meraih GKJ Award 2003 di ajang Festival Teater Alternatif Indonesia untuk kategori Naskah Terbaik I, Sutradara Terbaik III, Grup Terbaik III, dan Aktris Terbaik ke-II. Pada 2008 majalah Tempo menobatkannya sebagai Grup Teater Terbaik Indonesia.


Kain Sutra Bugis di Rusia

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 25 Oktober 2010 | Oktober 25, 2010



Peragaan busana Kain Sutra Bugis dipadukan dengan pertunjukan kesenian budaya Sulawesi Selatan berupa Tari Pa'rimpungan, Rabbana Jepeng, dan pertunjukkan prosesi adat berhasil memikat masyarakat kota di Vladimir, Rusia.

Sebanyak 250 penonton menikmati pertunjukkan yang digelar di gedung pertunjukan ekslusif Museum Vladimir-Susdal yang berjarak 210 km dari ibukota Rusia, kata Counsellor Pensosbud dan Pendidikan KBRI Moskow, Aji Surya, dikutip dari Antara London, Senin.

Pertunjukan disaksikan Wakil Gubernur Vladimir, Martinov Sergey dan Direktur Jenderal Museum Vladimir, Svetlana Mednikova serta Dubes RI untuk Rusia, Hamid Awaludin juga ditampilkan Appasiori Waju, Gandrang Bulo serta pertunjukkan simponi kecapi.

Menurut Dubes Hamid Awaludin, pemilihan Vladimir sebagai tempat pertunjukkan didasari pemikiran bahwa kota ini merupakan salah satu kota peradaban Rusia karena pernah menjadi ibukota pada zaman kerajaan di masa lalu

Irama gendang yang merupakan instrumen utama terdengar bertalu-talu terpadu manis dengan lengkingan alat tiup puik-puik serta diselingi gemuruh gong mengiringi tari-tarian yang lembut hingga enerjik. Pakaian para penari yang didominasi warna berani seperti biru, kuning dan merah menambah suasana panggung sangat semarak. Semua menjadi sajian yang menggambarkan budaya yang gagah berani namun mengedepankan kebijakan.

Penampilan peragaan busana rancangan Totok Supangat yang mengusung Sutra Bugis sebagai bahan utamanya, berhasil menarik perhatian karena kain-kain yang bermotifkan sarung atau paduan antara garis dan kotak-kotak dijadikan aneka busana wanita yang terlihat anggun dan menawan.

Keberaniannya memainkan warna kuat merupakan suatu eksperimen yang berani. "Sutra model ini memang sangat unik dan relatif lain sehingga menantang untuk dijadikan busana," ujar Totok. Totok mengatakan busana yang ditampilkan kali ini berupa pakaian yang cocok untuk musim semi hingga panas di Rusia.

Dengan bahan yang tipis dan dipadukan dengan warna cerah, membawa suasana kehidupan alam dengan mahatari yang terang. Adapun model busananya lebih berkarakter modern dan kontemporer semi eksperimental.

Uniknya dari pegelaran busana ini karena semua penari wanita yang berjumlah tujuh mahasiswi tersebut juga berperan sebagai peragawati. Dengan demikian, maka pergantian busana di balik panggung menjadi riuh dan serba cepat. Tidak jarang mereka terlihat begitu nervous karena harus segera manggung.

Setelah sukses di Vladimir, tim kesenian Sulsel akan mengelar pertunjukan ke kota Moskow, Kazan dan berakhir di St. Petersburg. Paket pentas seni yang dimotori Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan dan KBRI Moskow ini berlangsung selama seminggu.

source: Antara
            sulsel.go.id
 

 

Tari Teatrikal Teater Kampong di Festival Phinisi 2010

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 24 Oktober 2010 | Oktober 24, 2010


Teater Kampong mementaskan "Tari Teatrikal Talenta Panrita Lopi" sebagai salah satu kerja kreatif seniman-seniman lokal dalam Festival Phinisi 2010 di Bira, Bulukumba. Festival Phinisi 2010 berlangsung sepanjang 22-25 Oktober. Perhelatan tersebut diwarnai mozaik kegiatan yang didominasi identifikasi perahu phinisi sebagai ikon acara tersebut. Semisal Pabbitte Passapu dan Lomba Miniatur Perahu Phinisi dan lain-lainnya.

Pementasan "Tari Teatrikal Talenta Panrita Lopi" disutradarai oleh Dharsyaf Pabottingi, instrumen musik oleh Mattawang Daeng Maddatuang dan kawan-kawan serta Umbo sebagai koreografer.

Pementasan Teater Kampong kali ini merupakan hasil kolaborasi dengan Kelompok Studi sastra dan Teater Kampus STKIP Muhamamadiyah Bulukumba. Teater Kampong masih seperti magma sebagaimana even-even sebelumnya. Sejak berdiri di Bulukumba pada tahun 1979 di bawah tangan dingin seniman-budayawan-teaterawan, Dharsyaf Pabottingi, Teater Kampong telah meraih berbagai penghargaan di tingkat regional dan nasional. 

Hingga kini Teater Kampong masih tetap rutin menyelenggarakan festival teater tahunan serta pelatihan teater pelajar dan mahasiswa di Bulukumba. Ketika dunia teater mengalami titik-titk cukup menyakitkan  dalam  kegelisahan global justru Teater Kampong masih seperti karang. Masih kokoh berjaga di bawah daun-daun kelapa, di atas pasir putih dan perahu Phinisi.

Sastra dan Seni di Balik Revolusi

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 21 Oktober 2010 | Oktober 21, 2010

Bagaimana pun Sastra dan seni pada umumnya tidak bisa dilepaskan dari persoalan politik. Sastra dan seni memiliki kontribusi dalam perkembangan kebangsaan suatu negara. Semisal Gerakan Romantisme yang merupakan sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual yang berasal dari Eropa Barat abad ke-18 pada masa Revolusi Industri. Gerakan ini sebagian merupakan revolusi melawan norma-norma kebangsawanan, sosial dan politik dari periode Pencerahan dan reaksi terhadap rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan sastra. 

Gerakan ini mengangkat seni rakyat, alam dan kebiasaan, serta menganjurkan epistemologi yang didasarkan pada alam, termasuk aktivitas manusia yang dikondisikan oleh alam dalam bentuk bahasa, kebiasaan dan tradisi. Ia dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Pencerahan dan mengagungkan medievalisme serta unsur-unsur seni dan narasi yang dianggap berasal dari periode Pertengahan. Nama "romantik" sendiri berasal dari istilah "romans" yaitu narasi heroik prosa atau puitis yang berasal dari sastra Abad Pertengahan dan Romantik.


Ideologi dan kejadian-kejadian sekitar Revolusi Perancis dan Revolusi Industri dianggap telah mempengaruhi gerakan ini. Romantisisme mengagungkan keberhasilan-keberhasilan dari apa yang dianggapnya sebagai tokoh-tokoh heroik dan seniman-seniman yang keliru dipahami, dan yang telah mengubah, masyarakat. Ia juga mengesahkan imajinasi individu sebagai otoritas kritis yang memungkinkan kebebasan dari pemahaman klasik tentang bentuk dalam seni. Dalam penyampaian gagasan-gagasannya gerakan ini cenderung untuk kembali kepada apa yang dianggapnya sebagai keniscayaan sejarah dan alam.

Bicara mengenai perubahan, sastra mestinya berusaha menggambarkan realitas dalam karya dengan cara mempertanyakan persoalan-persoalan yang tidak selesai dalam ranah politis dan mencoba menawarkan jalan, meski tidak harus. Upaya-upaya semacam ini perlu karena sejarah kadangkala sangat dekat dengan kekuasaan. Untuk mendeteksi hal-hal yang luput atau sengaja dihilangkan oleh rezim adalah tugas sastrawan.

Ada dua pilar penting yang menjadi ujung tombak revolusi sebuah negara. Itulah sebabnya sastra tidak bisa dilepaskan dari wilayah politik. Dua hal penting itu adalah sastra dan gerakan massa. Sastra selalu jujur mengungkap realitas sehingga ia bisa menjadi media untuk melawan. Dalam revolusi sosial diperlukan karya sastra yang bisa mendobrak zamannya dan berani mengungkap peristiwa-peristiwa yang dibungkam karena alasan politis dan karya sastra yang memiliki cita-cita pembebasan sosial.

Gelagat ini menunjukkan bahwa sastra memiliki harapan besar pada generasi muda kita. Tapi  generasi yang dimaksud mungkin masih memerlukan perdebatan  dan pertanyaan, “Apakah mereka memang telah lahir?”


Novel 'Bugisku Tak Sekadar Pinisi' Karya Jac

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 19 Oktober 2010 | Oktober 19, 2010





Memahami Bugis dalam sebuah novel? Tunggu saja Novel 'Bugisku Tak Sekadar Pinisi' Karya Jac. Jacqueline Tuwanakotta adalah novelis asli Ambon, Maluku. Jac, demikian namanya disapa, Ia mantan  pramugari pesawat Garuda. Sudah 15 tahun Jac menekuni profesi yang telah membawanya keliling Indonesia dan dunia ini. Rupanya, syndrome jenuh juga menghinggapinya sehingga memilih beralih profesi sebagai penulis novel.

Sudah sebulan lebih dia di Makassar untuk merampungkan novel yang ditulisnya sejak setahun lalu. Meski bukan asli Sulsel, namun memilih menulis novel mengenai budaya Bugis.

Novel itu diberi judul "Bugisku Tak Sekadar Pinisi", yang rencananya akan diluncurkan 12 November mendatang di Kampus Unhas. Jac  memang asli Ambon tetapi lebih tertarik menulis novel tentang kebudayaan Bugis. Alasan  Jac, di Indonesia hanya ada dua daerah yang kebudayaannya diakui dunia sangat unik dan tua yakni Bugis dan Batak.

Dalam novel setebal 200 halaman itu, Jac lebih banyak mengupas tentang pesan yang terkandung dalam epos I La Galigo.  Jac juga banyak menceritakan tentang kehebatan perahu pinisi yang menjelajahi dunia. Padahal, perahu tradisional tersebut tidak menggunakan paku, melainkan pacak sebagai alat untuk merekatkan kayu sebagai bahan utama perahu.
Daya tarik lainnya bagi Jac sehingga banyak bercerita soal pinisi, karena ternyata pinisi ini dibuat oleh orang Lemo, Bulukumba. Sementara yang menggunakan perahu tersebut adalah Sawerigading yang berasal dari Luwu.

Agar novel yang ditulisnya lebih mengena di hati para pembaca novel di daerah ini, Jac mengaku sempat menetap di Tanjung Bira, Bulukumba, selama sepekan. Dia lebih banyak bergaul dengan nelayan guna melengkapi referensi novelnya. Tak hanya di Bira, Jac juga sempat masuk ke kawasan Ammatoa Kajang. Untuk merampungkan novel tersebut, ia butuh waktu satu setengah tahun. Jac mengaku, menulis novel tentang Bugis ini cukup sulit.

Novel Biografis yang Digandrungi Wanita Amerika

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 18 Oktober 2010 | Oktober 18, 2010


Eat Pray Love, sebuah novel biografis karya Elizabeth Gilbert, mengukuhkan angka yang cukup fantastis dalam sejarah penerbitannya. Dalam sepekan penerbitannya, novel biografis karya wartawan dan novelis New York, Amerika Serikat, itu dicetak 35 ribu kopi.

Elizabeth mengatakan bahwa ia punya tiga “wasiat” kepada para wanita di Amerika. Pertama, setelah bangun tidur, tanyakan kepada dirimu apa yang sesungguhnya diinginkan. Kedua, rajinlah menulis apa yang menjadi kebahagiaanmu dan ulangi lagi untuk esok. Ketiga, tanamkan kata positif sebagai mantra pembangkit jiwa.

Novel biografis Elizabeth Gilbert bertengger di daftar New York Times Bestseller sepanjang 150 pekan. Novel itulah yang membuat para wanita di Amerika, terutama yang telah berumah tangga, sangat menggandrunginya. Dalam novelnya itu, Liz--sapaan akrab Elizabeth Gilbert--mengisahkan perihal dirinya yang acap terbangun pada pukul tiga dinihari dan mengisi hidupnya di dalam kamar mandi. Kebiasaan itu dijalaninya setelah ia bercerai dengan suaminya.

Dalam kegamangan hidupnya itu, Elizabeth kemudian memutuskan untuk melakukan perjalanan selama setahun ke tiga negara: Italia, India, Indonesia (Bali)--seperti diangkat dalam film yang dibintangi Julia Roberts dan Christine Hakim berjudul sama dengan novelnya: Eat Pray Love.
 
(berbagai sumber)


Pameran Celengan Museum Anak Kolong Tangga

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 17 Oktober 2010 | Oktober 17, 2010


Celengan bagi masyarakat nusantara tempo dulu merupakan suatu simbol seni, kepercayaan pada mitos dan kekuatan dari imajinasi manusia di beberapa daerah Indonesia.

Museum Anak Kolong Tangga Yogyakarta akan menggelar pameran bertajuk "Celengan, Simpan Satu Rupiah" di Benteng Vredeburg Yogyakarta pada 23 Oktober hingga 10 November 2010. Pameran akan menampilkan 500 koleksi celengan yang dimiliki museum anak pertama di Indonesia itu.


Ratusan koleksi celengan yang akan dipamerkan sebagian besar adalah artefak asli masa Majapahit. Salah satu koleksi  celengan  zaman Majapahit itu ada yang berbentuk babi. Celengan lain yang akan ditampilkan adalah kelinci terracota jawa, ayam, dan katak. Bentuk yang beragam dari celengan tradisional dan kuno itu memiliki nilai budaya masyarakat Indonesia, khususnya jawa.
Koordinator Humas Museum Anak Kolong Tangga Marisa Latifa, di Yogyakarta, menjelaskan, pameran juga akan menampilkan benda, artikel, dan dokumen yang ada kaitannya dengan celengan. Celengan bukan hanya sekadar salah satu kegiatan ekonomi semata, tetapi ada aspek lain yang belum banyak kita ketahui.


Pameran diselenggarakan sebagai wujud kepedulian Yayasan Dunia Damai sebagai pihak pengelola Museum Anak Kolong Tangga terhadap kebiasaan menabung anak-anak Indonesia. Selain itu, juga bertujuan untuk melestarikan fungsi celengan tradisional yang terbuat dari tanah liat dan memiliki sejarah yang begitu panjang sejak zaman Majapahit.


 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday