Latest Post

Template

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 13 Januari 2010 | Januari 13, 2010


loadingnya tidak lama jika hanya sekedar mengenang, biasanya. 
 banyak yang telah berubah di kotamu. termasuk template di hatimu, mungkin. beberapa tahun lalu seseorang yang lain telah memberimu tutorial untuk cara-cara mencintai. 

aku masih mengingatnya. hari itu kita membuat satu akun saja untuk sebuah perjalanan yang disepakati. "tapi aku akan membuat beberapa buah  akun untuk mengantisipasi musim-musim yang biasanya membanned hati kekasihku," katamu di hari itu. sebuah hari penuh hujan di kotamu dengan template klasik. 

aku masih saja mengingat berbagai macam widget yang telah kau pasang di waktuku yang lampau. aku mengingatnya dengan cara yang termasuk paling setia. aku belum pernah memikirkan untuk menggantinya. paling tidak sampai aku bertemu lagi dengan bermacam kode
javascript yang tidak aku pahami.
 

musim-musim yang senantiasa berubah memang kadang  ditugaskan membanned cinta. yakinku, diam-diam.

Bulukumba, 13 Januari 2010

Prosa Kecil Januari, Seonggok Perempuan

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 12 Januari 2010 | Januari 12, 2010


“barangkali kepada angin saja aku akan menyampaikan perasaan ini jika waktu telah berkenan,” akhirnya perempuan itu mengucapkan kalimatnya di awal januari. perempuan yang kini menggigil dan memeluk tubuhnya sendirian. perempuan yang dilarutkan malam-malam seperti desember kemarin.

para lelakinya telah bergantian datang dan pergi selama bertahun-tahun ini. waktu telah berkenan memberinya kesempatan untuk dicintai. beberapa dari kekasihnya mendapatkan bagian-bagian cinta dari tubuhnya. beberapa dari kekasih-kekasihnya yang lain berkenan memberikan cinta kepada nafasnya. tapi perempuan itu masih saja merasa sendirian. angin pun  tak dapat menjelaskan kepadanya tentang makna-makna yang  dihilangkan waktu.

tahun-tahun akan segera bergantian melumat usia dan tubuhnya. musim-musim telah mencabik-cabik wajahnya yang jelita. perempuan itu begitu menyadarinya. kekasih-kekasihnya pasti akan meninggalkannya sendirian ketika waktu itu tiba. dan ia tak akan lagi dipanggil dengan sebutan pelacur.

perempuan yang mendesah sendirian di bawah bulan. rambutnya kini menjadi hutan. wajah dan tubuhnya tidak lagi jelita. ia berusaha menikmati saat-saat waktu menjemput peristiwa-peristiwa berikutnya. hari-hari misterius yang tidak akan pernah bisa dibayangkan olehnya. dengan tubuh dan usia yang tidak lagi bisa dicintai oleh siapapun. bahkan olehnya sendiri.

tersisa beberapa musim lagi. tapi seonggok tubuh perempuan itu tak kunjung disinari bulan. ia tak akan lagi dipanggil dengan sebutan pelacur.
 
Bulukumba, 11 Januari 2010

Ekspresi Novelis Ramli Palammai

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 11 Januari 2010 | Januari 11, 2010


Novelis Ramli Palammai akhirnya bersedia hadir di studio RCA untuk ditodong beberapa pertanyaan. Saya mengintervieunya sekitar 40 menit di program Ekspresi, edisi Minggu 10 januari 2010. Direktur p3i Press Makassar, Andhika Mappasomba, selaku pihak penerbit turut mendampingi. Andhika yang juga salah seorang sastrawan Bulukumba membacakan beberapa prosa lirik romantik dalam sesi pembacaan karya sastra.

Sebagaimana yang disuguhkannya dalam novel Aku Di Sebuah Novel, Ramli jujur mengakui tentang beberapa kegelisahannya. Salah satunya tentang ruang sempit bagi karya-karya anak negeri terutama di daerah. Terungkap pula bahwa novel pertamanya itu adalah bagian dari trilogi dengan judul-judul novel selanjutnya yang masih dirahasiakan. Hanya ada satu bocoran tentang  tebal halaman novelnya yang kedua yakni lebih dari 500 halaman.

Di salah satu halaman novel pertamanya, Ramli mengutip sebuah puisi yang dicuplik dari karya Andhika Mappasomba. Yang menjadi penanda ketegasannya dalam menulis tersingkap keluguan berupa rasa gerah terhadap gaya kepenulisan novel tanah air yang dianeksasi oleh kepentingan industri penerbitan semata. Satu hal yang justru dimusuhinya dan perlawanan itu terungkap jelas dalam novel Aku Di Sebuah Novel. 

Tapi terlanjur sebuah titik rasa yang berbeda telah dituangkan Ramli ke dalam bejana sastra tanah air. Selama 10 tahun terakhir, ini adalah novel yang pertama ditulis oleh manusia Bulukumba. Sekitar 20 tahun lalu, sebenarnya juga pernah terbit novel anak-anak berlatar sejarah revolusi fisik berjudul Bulukumba Membara yang ditulis oleh Fahmi Syarif.

Di akhir wawancara, Ramli menjanjikan, Aku Di Sebuah Novel dapat diperoleh di toko-toko buku di semua kota besar di Indonesia dalam waktu dekat ini. Distribusinya sementara mulai dilakukan.

Topeng Hitam Putih di Unismuh

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 09 Januari 2010 | Januari 09, 2010



Lembaga Kesenian Bengkel Sastra Dewan Mahasiswa Bahasa, Sastra Indonesia (Bestra) dan Daerah Fakultas Bahasa dan Sastra UNM tak pernah berhenti berkarya. Lembaga ini menggelar pentas tahunan bertajuk Topeng Hitam Putih. Pertunjukkan  digelar di Auditorium Al-Amin Unismuh, Jl Sultan Alauddin, Makassar, Sabtu (9/1) hari ini.
Bestra UNM  berkolaborasi dengan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Talas. Mereka menampilkan berbagai persembahan, di antaranya pementasan tari, persembahan puisi, teater, dan musik. Pimpinan Produksi Pentas Topeng Hitam Putih, Muslim menjelaskan, pementasan dihadiri para pekerja seni kampus dari dalam dan luar Kota Makassar.  Selain itu mahasiswa dan masyarakat umum pun ikut serta pada pementasan ini.


Topeng Hitam Putih di Unismuh  kali ini juga diwarnai pemeran karya seni rupa yang bekerjasama dengan Bengkel Sastra FBS UNM, UKM Talas Unismuh, dan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Provinsi Sulawesi Selatan.

sumber: Tribun Timur 

Cinta Dan Realitasnya Yang Pecah-Pecah

Judul: Aku Di Sebuah Novel
Penulis: Ramli Palammai
Penerbit: P3i Press Makassar
Cetakan: Januari 2009
Tebal: 169 halaman

Sebuah titik rasa yang berbeda. Aku Di Sebuah Novel adalah novel pertama di Bulukumba yang ditulis oleh salah seorang manusia muda bernama Ramli Palammai, kelahiran Bulukumba, 1985. Bapaknya seorang petani, ibunya seorang tukang jahit.

Ada indikasi, Ramli sempat merasa gerah dengan gaya penulisan novel di tanah air yang kebanyakan memaksa pembacanya menyeruput begitu saja isi sebuah novel. Ibarat segelas minuman yang melihat jenis dan merknya saja maka sudah dapat dibayangkan bagaimana rasanya sebelum melewati tenggorokan. Membaca Aku Di Sebuah Novel membuktikan ada rasa yang agak berbeda disajikan oleh novelis berbakat yang juga seorang guru muda ini. Nanti masuk ke perut baru terasa apa yang telah diramunya di sana. Tebal novel dengan angka 169 adalah metafora yang begitu misterius.

Novel ini lahir dari sebuah catatan harian atas perjalanan sejarah hidup di sebuah kampus. Segala fenomena yang hadir di kampus dan beberapa peristiwa di luar adalah inspirasi yang mengisi dimensi pikir dalam proses penulisan novel ini. Konfliknya sebenarnya klise. Ada tokoh aku, peristiwa-peristiwa sengit dalam hubungan cinta, dan  perbincangan kehidupan yang jenuh terhadap realitas kampus yang mulai sesak  oleh pendiktean kroni-kroni kapitalis dari dunia luar.

Tokoh aku dikisahkan jatuh cinta pada seorang wanita yang dipanggilnya pelacur.  Ia merasa menemukan sisi paling penting dalam hidupnya, yaitu sebuah mimpi mencintai yang sungguh tak biasa. Mencintai seorang pelacur. Ini cara mencintai yang asing baginya. Pemuda yang datang dari dunia tradisi ketimuran yang kini berada di lingkungan metropolis dan menciumi bau hedonisme di mana-mana. Kisah hubungan keduanya bermula dari ketulusan namun sekejap berubah oleh arus seksualitas yang demikian kencang lalu kemudian mengalahkan pilihan mencintai-seperti mimpi sang tokoh aku pada mulanya.

Seperti kebanyakan kisah-kisah dramatik, perpisahan menghantui keduanya. Sang lelaki pun kemudian menentukan pilihan cintanya. Keputusannya adalah meninggalkan seonggok tubuh yang ia yakini berperan besar mengosongkan jiwanya. Sebuah perpisahan yang sangat mistis melemparkan sang lelaki jatuh ke kisah cinta yang lain. Perempuan ‘baik-baik’ bernama Monalisa adalah makhluk jelita yang kemudian berhasil mengubur jauh-jauh sang pelacurnya yang dulu. Sebuah realitas yang lazim, bau perempuan baik-baik itu tak lebih baik dari bau hedonisme yang dapat diendus di mana-mana.

Gaya penulisan di novel ini akan selalu memancing siapapun untuk berhadapan dengan novel yang ‘puisi.’ Ramli Palammai yang kerap bergaul dengan para penyair di Bulukumba adalah penyebab terkuat sehingga novel ini seolah ‘puisi’ di sisi lain. Alur peristiwa-peristiwa yang berloncatan dari setiap dimensi olah pikir penulisnya membutuhkan daya nalar kuat bagi pembacanya. Terlanjur sebuah titik rasa yang berbeda telah dituangkan ke dalam khazanah sastra tanah air. Satu dari sekian sisi pentingnya, novel ini begitu penting untuk dibaca bagi yang ingin memahami cinta dan realitasnya yang pecah-pecah. Tanpa bersandar pada alasan yang sekedar berlindung  dari kebetulan-kebetulan.

Copy Paste

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 08 Januari 2010 | Januari 08, 2010


Setiap hari ratusan bahkan ribuan tulisan lahir dari ide maupun peristiwa sehari-hari. Lalu pernahkah anda berpikir bahwa tulisan yang lahir dari benak dan hati anda di-copy paste oleh orang lain tanpa sepengetahuan anda?

Berbagai tulisan dengan beragam jenis termasuk karya sastra, ilmiah, berita dan sebagainya pasti banyak yang mirip, agak mirip, sedikit mirip bahkan benar-benar sangat mirip satu sama lain. Beberapa di antaranya hanya karena faktor kebetulan. Tentu hal itu sangat manusiawi. Sebahagian lagi memang karena sengaja di-copy paste. Baik dengan atau tanpa pemberitahuan kepada sumber. Baik menyebut atau tidak sumber maupun referensinya.

Untuk mengetahui siapa saja yang meng-copypaste tulisan anda sebenarnya sangat mudah. Anda bisa menelusurinya di Copyscape. Sejak dulu alat pelacak ini sudah banyak diketahui oleh para blogger. Alat detektor di Copyscape mampu melacak tulisan manapun yang dicurigai memiliki kemiripan dengan tulisan anda.

Yupnical Saketi Si Penyair Bertopeng

Posted By Ivan Kavalera on Kamis, 07 Januari 2010 | Januari 07, 2010




Publik penggemar musik underground pasti mengenal Slipknot, kelompok musik bertopeng di Amerika. Di Indonesia juga ada Kuburan Band  dengan topeng khasnya. Jagad kepenyairan Indonesia pun memiliki Yupnical Saketi Si Penyair Bertopeng. Sosok unik seniman multi-genre ini senantiasa mengenakan topeng mirip superhero fiksi Zorro atau Batman. Yupnical Saketi, Penyair bertopeng yang lahir di Kerinci (Jambi), 15 Juni 1976 dan menyelesaikan kuliah di PBS Bahasa Inggris FKIP Universitas Jambi (Unja).

Karyanya dimuat dalam antologi bersama Harimau Sumatera (cerpen, 2001), Dari Kedondong Sampai Tuah (cerpen, 1999), Lahir (puisi, 1999), Mengenang HM Sabki (puisi,1998), Rakit Biru (puisi,1997), Midle (puisi,2002), Antologi Penyair Sumatera 2005 (puisi,2005), dan CD Puisi Pariwisata Jambi di Mata Penyair (deklamasi, 2005).

Beberapa media cetak juga menjadi santapan empuk karyanya, antara lain SKH Sriwijaya Post, Jambi Independent, Jambi Ekspress, dan lain-lain. Penyair bertopeng ini adalah aktor, penulis naskah dan sutradara, juga pernah belajar cinematografi dan pernah  menggarap beberapa fragmen drama TVRI Jambi. Di dunia seni rupa sering mengadakan pameran lukisan baik di dalam maupun di luar Jambi .Di bidang musik aktif menggeluti musik etnik-tradisi dan balada.

Yupnical Saketi juga adalah wartawan yang bekerja di Harian Kriminal Posmetro Jambi yang menjadikannya  sangat dekat dengan berbagai kalangan. Salah satu puisinya berikut ini bisa menandakan bahwa ia memang banyak bermain di segala lapisan.


O Bulian yang Mengibarkan Daunnya di Tepian
;Bupati Syahirsah yang makin bersahaja ketika berbasah-basah luluk sawah

ketika laut begitu larut, langit begitu sengit
tanah begitu ranah dan api begitu sunyi
kutemukan seniman yang tidak bernyanyi
apalagi nyinyir dengan puisi
O sungguh aku iri pada ruh puisi
yang menderas hidup di aliran darahnya
sajak yang bernyawa pada setiap jejak
sementara aku baru sebatas tajak yang mengumban lagak
mengumbar imaji pada tembok angin
jadi graviti gugusan gemini
di sepanjang nadi turab tepian batanghari

di sisi curam situlah sebatang bulian mengibarkan dedaunnya
laksana bendera yang patahkan tiang-tiang puting beliung
O dialah lelaki dengan berjuta pataka kearifan di dadanya
rela melarutkan diri ke desakan aroma keringat kaum pafa
atau mencebur ke luluk lumpur yang mengukur
petak-petak sawah sahaya nan susah melata ludak
atau ke debur laut keperihan
karena ranah politik penuh titik
dan itik yang berbaris pulang kandang
kala petang mulai menjelang

O lelaki kayu bulian
telah kulihat daging kambiummu mendidih
di kawah langit gerhana merah darah, segar
ketika kau menyapa seniman apa adanya
O

(berbagai sumber)

Masih Tentang Esai

Posted By Ivan Kavalera on Rabu, 06 Januari 2010 | Januari 06, 2010


Sejarah Esai
 

Esai mulai dikenal pada tahun 1500-an semenjak seorang filsuf Perancis, Montaigne, menulis sebuah buku yang berisi beberapa anekdot dan observasinya. Buku pertamanya ini diterbitkan pada tahun 1580 yang berjudul Essais yang berarti attempts atau usaha. Montaigne menulis beberapa cerita dalam buku ini dan menyatakan bahwa bukunya diterbitkan berdasarkan pendapat pribadinya. Esai ini, berdasarkan pengakuan Montaigne, bertujuan mengekspresikan pandangannya tentang kehidupan.

Montaigne menulis  dalam kata pengantar bukunya:
"Pembaca, ini sebuah buku yang jujur. Anda diperingatkan semenjak awal bahwa dalam buku ini telah saya tetapkan suatu tujuan yang bersifat kekeluargaan dan pribadi. Tidak terpikir oleh saya bahwa buku ini harus bermanfaat untuk anda atau harus memuliakan diri saya. Maksud itu berada di luar kemampuan saya. Buku ini saya persembahkan kepada para kerabat dan handai taulan agar dapat mereka manfaatkan secara pribadi sehingga ketika saya tidak lagi berada di tengah-tengah mereka (suatu hal yang pasti segera mereka alami), dapatlah mereka temukan di dalamnya beberapa sifat dari kebiasaan dan rasa humor saya, dan mudah-mudahan, dengan cara itu, pengetahuan yang telah mereka peroleh tentang diri saya tetap awet dan selalu hidup" (dari "To The Reader").
Kemudian, pada tahun 1600-an, Sir Francis Bacon menjadi Esais Inggris pertama. Bukunya berjudul Essay. Bentuk, panjang, kejelasan, dan ritme kalimat dari esai ini menjadi standar bagi esais-esais sesudahnya. Ada beberapa esai yang formal, dan ada beberapa esai lain yang bersifat informal. Bentuk esai informal lebih mudah ditulis karena lebih bersifat personal, jenaka, dengan bentuk yang bergaya, struktur yang tidak terlalu formal, dan bertutur. Bentuk esai formal lebih sering dipergunakan oleh para pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Formal esai  dibedakan dari tujuannya yang lebih serius, berbobot, logis dan lebih panjang.


Tipe Esai

Esai Deskriptif:  bertujuan menciptakan kesan tentang seseorang, tempat, atau benda. Bentuk esai biasanya membawa pembaca pada visualisasi dari sebuah subyek.


Esai ekspositori: esai yang menjelaskan subyek ke pembaca. Biasanya dilengkapi dengan penjelasan tentang proses, membandingkan dua hal, identifikasi hubungan sebab-akibat, menjelaskan dengan contoh, membagi dan mengklasifikasikan, atau mendefinisikan.

Esai naratif: menggambarkan suatu ide dengan gaya bertutur. Kejadian yang diceritakan biasanya disajikan sesuai urutan waktu. Esai persuasif berupaya mengubah perilaku pembaca atau memotivasi pembaca untuk ikut serta dalam suatu aksi/tindakan. Esai ini dapat menyatakan suatu emosi atau tampak emosional. Rincian pendukung biasanya disajikan
berdasarkan urutan kepentingannya.


Esai dokumentatif: memberikan informasi berdasarkan suatu penelitian di bawah suatu institusi atau otoritas tertentu.


Langkah-langkah membuat Esai

1. Memilih Topik
Pikirkan terlebih dahulu tipe naskah yang akan anda tulis. Apakah berupa tinjauan umum, atau analisis topik secara khusus?

2. Tentukan Tujuan
Tentukan tujuan esai yang akan anda tulis. Apakah untuk meyakinkan orang agar mempercayai apa yang anda percayai? Menjelaskan bagaimana melakukan hal-hal tertentu? Mendidik pembaca tentang seseorang, ide, tempat atau sesuatu? Apapun topik yang anda pilih, harus sesuai dengan tujuannya.

3. Tuliskan Minat Anda
Tuliskan beberapa subyek yang menarik minat anda. Jangan mengevaluasi subyek-subyek tersebut, tuliskan saja segala sesuatu yang terlintas di kepala.

4. Evaluasi Potensial Topik
Jika telah ada beberapa topik yang pantas, pertimbangkan masing-masing topik tersebut. Jika tujuannya mendidik, anda harus mengerti benar tentang topik yang dimaksud. Jika tujuannya meyakinkan, maka topik tersebut harus benar-benar menggairahkan.Yang paling penting, berapa banyak ide-ide yang anda miliki untuk topik yang anda pilih.

5. Membuat Outline
Membuat Outline dibutuhkan oleh sebahagian penulis meski sebahagian besarnya lagi tidak pernah melakukannya sebab tujuan dari pembuatan outline hanya meletakkan ide-ide dari topik ke dalam naskah dalam sebuah format yang terorganisir.


6. Menuliskan Tesis
Suatu pernyataan tesis mencerminkan isi esai dan poin penting yang akan disampaikan oleh pengarangnya. Anda telah menentukan topik dari esai anda, sekarang anda harus melihat kembali outline yang telah anda buat, dan memutuskan poin penting apa yang akan anda buat. Pernyataan tesis anda terdiri dari dua bagian:

    * Bagian pertama menyatakan topik. Contoh: Budaya Indonesia, Korupsi di Indonesia

    * Bagian kedua menyatakan poin-poin dari esai anda. Contoh: memiliki kekayaan yang luar biasa, memerlukan waktu yang panjang untuk memberantasnya, dst.


7. Menuliskan Tubuh Esai
Bagian ini merupakan bagian paling menyenangkan dari penulisan sebuah esai. Anda dapat menjelaskan, menggambarkan dan memberikan argumentasi dengan lengkap untuk topik yang telah anda pilih. Masing-masing ide penting yang anda tuliskan pada outline akan menjadi satu paragraf dari tubuh tesis anda.

Masing-masing paragraf memiliki struktur yang serupa:

    * Mulailah dengan menulis ide besar anda dalam bentuk kalimat. Misalkan ide anda adalah: “Pemberantasan korupsi d Indonesia”, anda dapat menuliskan: “Pemberantasan korupsi di Indonesia memerlukan kesabaran besar dan waktu yang lama”

   * Kemudian tuliskan masing-masing poin pendukung ide tersebut, namun sisakan empat sampai lima baris.

    * Pada masing-masing poin, tuliskan perluasan dari poin tersebut. Elaborasi ini dapat berupa deskripsi atau penjelasan atau diskusi

 * Bila perlu, anda dapat menggunakan kalimat kesimpulan pada masing-masing paragraf.

  * Setelah menuliskan tubuh tesis, anda hanya tinggal menuliskan dua paragraf: pendahuluan dan kesimpulan.

8. Menulis Paragraf Pertama

    * Mulailah dengan menarik perhatian pembaca.

    * Memulai dengan suatu informasi nyata dan terpercaya. Informasi ini tidak perlu benar-benar baru untuk pembaca anda, namun bisa menjadi ilustrasi untuk poin yang anda buat.

    * Memulai dengan suatu anekdot, yaitu suatu cerita yang menggambarkan poin yang anda maksud. Berhati-hatilah dalam

   * membuat anekdot. Meski anekdot ini efektif untuk membangun ketertarikan pembaca, anda harus menggunakannya dengan tepat dan hati-hati.

   * Menggunakan dialog dalam dua atau tiga kalimat antara beberapa pembicara untuk menyampaikan poin anda.

    * Tambahkan satu atau dua kalimat yang akan membawa pembaca pada pernyataan tesis anda.

     * Tutup paragraf anda dengan pernyataan tesis anda.

9. Menuliskan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan rangkuman dari poin-poin yang telah anda kemukakan dan memberikan perspektif akhir anda kepada pembaca. Tuliskan dalam tiga atau empat kalimat (namun jangan menulis ulang sama persis seperti dalam tubuh tesis di atas) yang menggambarkan pendapat dan perasaan anda tentang topik yang dibahas. Anda dapat menggunakan anekdot untuk menutup esai anda.

10. Memberikah Sentuhan Akhir
Teliti urutan paragraf Mana yang paling kuat? Letakkan paragraf terkuat pada urutan pertama, dan paragraf terlemah di tengah. Namun, urutan tersebut harus masuk akal. Jika naskah anda menjelaskan suatu proses, anda harus bertahan pada urutan yang anda buat.Teliti format penulisan seperti margin, spasi, nama, tanggal, dan sebagainya

Baca dan baca kembali naskah anda. Apakah masuk akal? Tinggalkan dulu naskah anda beberapa jam, kemudian baca kembali. Apakah masih masuk akal? Apakah kalimat satu dengan yang lain mengalir dengan halus dan lancar? Bila tidak, tambahkan beberapa kata dan frase untuk menghubungkannya. Atau tambahkan satu kalimat yang berkaitan dengan kalimat sebelumnya.

Semoga bermanfaat. Maaf 'catatan kaki' ini terlalu panjang dan membosankan. Saya hanya ingin sekedar berbagi dan belajar bersama anda menulis esai.

referensi:  Guide to Writing a Basic Essay, Index of Literary Terms 

Defenisi Yang Belum Selesai Itu Bernama Esai

Posted By Ivan Kavalera on Selasa, 05 Januari 2010 | Januari 05, 2010


Sebahagian besar orang menulis di buku harian, blog, maupun status di facebook dan twitter. Ajaib, ternyata mereka tidak menyadari bahwa selama ini mereka justru telah menulis begitu banyak esai. Meski mereka tidak meniatkan tulisan itu sebagai esai. Rujukan yang lazim, esai lebih sering diartikan sebagai sebuah tulisan bergaya prosa. Isinya singkat dan mengekspresikan opini subjektif penulisnya.


Tapi batasan  bagi esai justru belum pernah selesai. Misal kumpulan esai Goenawan Mohammad dalam Catatan Pinggir, Emha Ainun Nadjib dalam Slilit Sang Kyai dan tak terhitung jumlah esai penulis lainnya ternyata kebanyakan tidak pernah diniatkan sebagai esai oleh penulisnya sendiri. Berdasarkan kebingungan  itulah di tahun 2009 saya mengelompokkan beberapa tulisan di WebBlog sastra-radio ke dalam dua kategori, 'esai' dan 'catatan kaki.' Esai lebih ke subjektifitas pemikiran dan catatan kaki saya anggap lebih mengarah ke resume dan rangkuman.

Pengaruh esai mungkin lebih bisa dijelaskan. Esai cenderung lebih mengamalkan penalaran lateral karena esai cenderung tidak analitis. Bentuknya  acak. Gaya penulisan yang kadang melompat-lompat dan provokatif. Sebab, esai menurut makna asal katanya adalah sebuah upaya atau percobaan yang tidak harus menjawab suatu persoalan secara final, tetapi lebih ingin merangsang pembaca untuk turut berpikir walau hanya sejenak. Setelah itu pembaca bebas untuk melupakan pengaruh sebuah esai atau sebaliknya  mengantonginya berlama-lama dalam benak.

Di Indonesia bentuk esai dipopulerkan oleh HB Jassin, Sang Paus Sastra Indonesia, melalui hasil analitisnya mengenai karya-karya sastra Indonesia yang kemudian dibukukan  empat jilid dengan judul Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei (1985). Tapi alhasil seorang HB Jassin pun konon tak kunjung bisa menerangkan rumusan esai sampai beliau wafat.

referensi:  
Guide to Writing a Basic Essay, Index of Literary Terms
Esai sastra Indonesia, Teori & Penulisan, Antilan Purba, Penerbit Graha Ilmu

Bersambung (..sejarah dan panduan dasar menulis esai)

Menjebak Mereka dalam Budaya Menulis

Posted By Ivan Kavalera on Senin, 04 Januari 2010 | Januari 04, 2010


Agak kaget juga setelah saya membaca sebuah hasil survei.  Ternyata kebiasaan menulis anak-anak Indonesia peringkatnya paling rendah (skor 51,7). Skor ini di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5). Bahkan kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, hanya 30%. Hasil survey juga menunjukkan minat baca, diukur dari kemampuan membaca rata-rata, para siswa SD dan SMP di Indonesia menduduki urutan ke-38 dan ke-34 dari 39 negara.

Ada anggapan keliru yang terus menggerogoti masyarakat kita, yakni pandangan bahwa orang yang bisa menulis hanyalah mereka yang berbakat  saja untuk menulis. Dan orang yang tidak berbakat menulis maka tidak bisa menulis. Yang lebih parah, bahkan ada juga yang mengidentikkan penulis dengan pengarang karya sastra. Padahal pengarang di bidang sastra hanya seperempat dari keseluruhan jumlah penulis di dunia. Setiap orang punya kesempatan besar menjadi seorang penulis.  Bagi mereka yang tidak berbakat menulis, tidak ada kata tidak mungkin untuk menjadi penulis.



Dengan kenyataan ini, sebenarnya belum terlambat jika Depkominfo dan Dinas Pendidikan harus mengeluarkan kebijakan berupa program wajib membuat blog bagi semua pelajar dan remaja. Fenomena jagad blogsphere di tanah air dan dunia sangat mencengangkan. Sebuah blog yang paling sederhana sekalipun ternyata mampu mengasah kemampuan menulis seseorang meski pada dasarnya tidak berminat menulis. Hanya ini satu-satunya cara tercepat untuk menjebak mereka dalam budaya menulis agar mampu mengejar ketertinggalan dari anak-anak di belahan bumi lainnya.

Gerakan Sastra Digital

Posted By Ivan Kavalera on Minggu, 03 Januari 2010 | Januari 03, 2010


Beberapa gerakan dari para penggiat sastra tanah air mungkin telah menemukan gairahnya kembali. Salah satunya berupa sastra dalam bentuk digital. Meski sudah bukan hal baru sebab banyak penggiat sastra telah melakukannya sejak tahun 1970-an.

Di beberapa situs terkemuka seperti youtube, narsis.tv, facebook, blog dan lain-lainnya dengan mudah ditemukan publikasi puisi dalam format digital. Bisa berupa pembacaan karya puisi yang direkam dalam sebuah kaset atau CD maupun melalui video art dengan teknologi multimedia.

Almarhum WS Rendra adalah salah seorang yang telah melakukan gerakan ini. Sejak berusia muda Rendra telah merilis album puisinya dalam bentuk kaset/CD. Pemasarannya sudah mencapai beberapa beberapa negara di Asia dan Eropa. Tidak hanya dalam bentuk rekaman suara, ketika masih muda usia, ia pun telah melangkah lebih jauh dengan mempublikasikan puisinya dalam bentuk video klip di YouTube.

Saat ini puluhan anak muda di tanah air juga telah mengikuti jejak Rendra. Mereka juga telah berani mempublikasikan rekaman sastra digital di radio, blog,  4shared dan facebook  Media yang lebih beragam dan sistem jaringan yang lebih luas di era teknologi informasi memungkinkan gerakan ini menemukan formulasi yang tepat. Distribusi dan kampanye sudah dapat dilakukan secara online.

Sebutan sastra digital sebenarnya masih bisa mengundang perdebatan panjang. Mengingat belum adanya teori baku yang mengaturnya. Namun satu catatan penting untuk gerakan ini, menikmati sastra digital sungguh berbeda dengan cara menikmati teksnya secara langsung. Sebagai sekedar contoh, salah satu karya sastra digital dapat didownload di 4shared ini.  Atau anda mungkin ingin menikmati  karya sastra digital dari  seorang  sahabat blogger kita, mbak Latifah Hizboel.  Prosa liriknya juga dapat didownload di 4shared.


Tumbuhlah Lagi

Posted By Ivan Kavalera on Sabtu, 02 Januari 2010 | Januari 02, 2010

-buat thantri. lagi 

hari ini jam tujuh lewat tujuh belas
sebuah pagi dilindas hujan.

jika sebuah kereta dihela bulan
dan kesunyianmua mendadak tumbuh
menjadi sebuah pohon akasia
ajaklah aku untuk ikut melingkarinya
dengan tujuh puluh batang pena
akan kutulis tujuh ratus hikayat
tentang kecipak rindumu
yang diasingkan oleh resah 
gedung-gedung kota

tumbuhlah lagi
menjadi tujuh ribu helai puisi
setiap hari
kitab-kitab dari kesunyianmu
akan dibaca oleh tujuh mata angin
satu diantaranya adalah janin
dari sebuah zaman 
yang belum lagi lahir

mata teduhmu masih terus diintai
oleh penyair-penyair yang lalu lalang
mereka resah dibalik tumpukan puisi.
belum satu pun judul yang kau berikan kepada mereka, bukan?
berangkatlah lagi
ceritakan, hidup ini belati.

bulukumba, 30 Juni 2007

‎Filologi, Kebudayaan dan Masa Depan

Posted By Ivan Kavalera on Jumat, 01 Januari 2010 | Januari 01, 2010


Para ahli filologi di Barat telah berhasil mempelajari naskah-naskah kuno dari zaman Plato. Dari manuskrip kuno itu mereka berhasil merekonstruksi sebuah sejarah penyebaran peradaban dan kebudayaan manusia. Salah satu contohnya yaitu sejarah peradaban Atlantis. Bahkan dengan jasa selembar manuskrip, dapat direkonstruksi  secara hipotesa ilmiah mengenai kejadian-kejadian besar jauh di masa depan.

Filologi berasal dari bahasa Yunani philein, "cinta" dan logos, "kata". Filologi merupakan ilmu yang mempelajari naskah-naskah manuskrip, biasanya dari zaman kuno. Sebuah teks yang termuat dalam sebuah naskah manuskrip, terutama yang berasal dari masa lampau seringkali sulit untuk dipahami, tidak karena bahasanya yang sulit, tetapi karena naskah manuskrip disalin berulang-ulang kali. Dengan begini naskah-naskah banyak yang memuat kesalahan-kesalahan.

Tugas seorang filolog, nama untuk ahli filologi, ialah menelititi naskah-naskah ini, membuat laporan tentang keadaan naskah-naskah ini dan menyunting teks yang ada di dalamnya. Ilmu filologi biasanya berdampingan dengan paleografi, atau ilmu tentang tulisan pada masa lampau.

Realitas simbolik dalam kehidupan masyarakat manusia terdiri dari peristiwa, kejadian-kejadian, benda-benda baik yang berupa artefak maupun naskah. Semua itu memuat formulasi pikiran, perasaan, dan kemauan individu-individu warga masyarakat yang ada dan hidup di dalam zaman di mana artefak dan naskah itu diciptakan

Dalam filologi, dipelajari artefak yang berwujud naskah-naskah klasik yang sering disebut dengan istilah: naskah, manuscript; atau handshrift baik yang tertulis di atas bahan rotan, kulit binatang, kulit kayu,  lontar, dluwang maupun kertas. Tujuan yang hendak dicapai oleh filologi terhadap naskah, antara lain menelusuri keaslian naskah tersebut. Sementara dalam ilmu kebudayaan, artefak  atau dokumen-dokumen tertulis tadi adalah bagian dari sumber kajian dan bukannya satu-satunya kajian. Dalam ilmu kebudayaan, minat kajiannya teramat luas, yakni kebudayaan-kebudayaan masyarakat manusia baik yang telah terbekukan sebagai dokumen, maupun yang hidup di dalam pola-pola tindakan masyarakat manusia itu sendiri. Dalam konteks seperti ini, persamaan keduanya (ilmu filologi dan ilmu kebudayaan) adalah pada hasil akhirnya yaitu memahami hasil kebudayaan masyarakat manusia.

Isi dari rekaman kebudayaan yang berbentuk naskah dinamakan teks. Jadi teks adalah roh, nafas, makna dan corak yang hadir di dalam naskah. Isi dari naskah tersebut, bisa berupa mite, dongeng, adat-istiadat, upacara, dan segala hal yang dianggap penting pada waktu itu. Kalau ia dihasilkan oleh masyarakat Nusantara, maka isi naskah adalah segala yang bernilai oleh masyarakat Nusantara.

‎Perhatian kepada naskah klasik, kata klasik itu sering diposisikan sebagai sastra (segala dokumen tertulis) yang dihasilkan  oleh masyarakat  tradisional,  yakni masyarakat  yang belum memperlihatkan  pengaruh  Barat secara intensif.  Untuk Indonesia, pengaruh Barat artinya adalah pengaruh Belanda yakni zaman akhir abad ke-19 atau sebelum adanya  pendidikan (formal) di Indonesia. ‎Karena itu, pengertian Sastra  Indonesia Lama ialah segala dokumen sastra Melayu, baik yang  masih beredar  dari  mulut ke mulut maupun yang berbentuk  tulisan  yang dihasilkan sebelum orang mengenal pengetahuan cetak-mencetak. Tepatnya, semua hasil sastra sampai dengan  pertengahan abad XIX; atau lebih umum dibatasi sampai zaman Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi.

Di Indonesia filologi diarahkan pada penelitian dan pengkajian  naskah-naskah  yang  menggunakan  bahasa-bahasa  di Indonesia, seperti  bahasa  Melayu, Aceh, Batak, Minangkabau,  Sunda,  Jawa, Bali, Bugis,  dan  lain-lainnya.   Tulisan-tulisan  itu mengandung isi yang  tidak  terhingga macamnya.

‎Kegiatan  kajian filologi Indonesia penting  sekali  artinya bagi  pemahaman kebudayaan suatu bangsa yang sedang  dalam  proses pertumbuhan.  Bangsa Indonesia kaya akan kebudayaan yang  berasal  dari  berbagai daerah dan berbeda pula latar belakang  kehidupannya. Dengan demikian kajian filologi Indonesia dapat  menambah  pengertian dan menumbuhkan kesadaran terhadap warisan  kebudayaan   bangsa  yang  berharga lagi  berguna  bagi  pembentukan kebudayaan nasional .

Filologi merupakan salah satu jalan tercepat menelaah kebudayaan dan jembatan meretas proyeksi masa depan peradaban.

referensi: 
-Djamaris, Edwar. 2002. Metode Penelitian Filologi. Jakarta : CV Manasco.
-Robson, S.O. 1994. Prinsip-prinsip Filologi Indonesia. Jakarta : RUL.
-Behrend, T.E. 1990. Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 1: Museum Sonobudoyo   Yogyakarta. Jakarta : Penerbit Djambatan.

 
Support : Creating Website | LiterasiToday | sastrakecil.space
Copyright © 2011. Alfian Nawawi - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by sastrakecil.space
Proudly powered by LiterasiToday